bgibola 1 live

kode alam 12 - Balada Kelas Menengah dan Intaian Bahaya yang Mulai Hantui Ekonomi RI

2024-10-08 01:34:56

kode alam 12,mimpi buang air besar togel 2023,kode alam 12Jakarta, CNN Indonesia--

Dezan (28) geleng-geleng kepala sambil sesekali menggaruknya tatkala mengecek nilai uang tabunganmiliknya.

Perasaan getir menggelayuti pikirannya karena sadar tabungannya cukup tipis. Bagaimana tidak, tabungan Dezan hanya Rp5 juta.

Padahal, ia sudah bekerja di Jakarta lebih dari enam tahun lamanya. Berharap keliru, ia kembali mengeceknya sekali lagi. Tapi, semua tak berubah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menghela nafas. Kemudian sadar; uang tabungan acap kali terpakai karena kebutuhan setiap bulan. Menyadari hal itu, ia sedikit terkekeh.

"Iya itu dia mantab! (makan tabungan). Kenapa kepakai? Karena keperluannya lebih banyak dari pada pendapatan," ucap Dezan saat ditemui CNNIndonesia.com, Senin (29/7).

Dezan sebenarnya merupakan pegawai swasta dengan gaji per bulan sekitar Rp7 juta. Namun, pegeluarannya kerap melebih upahnya.

Setelah meneguk es teh tawar, ia merinci pengeluarannya. Terbesar adalah untuk biaya makan.

"Nah ini yang sebenarnya serba salah karena pengeluaran paling besar dan susah dikontrol. Apalagi belinya online, bisa sampai di atas Rp2 juta per bulan," tutur Dezan.

Lalu, bayar kosan sebesar Rp1,3 juta per bulan. Lalu, biaya transportasi (BBM) Rp200 ribu per bulan, internet Rp150 ribu, dan service motor Rp150 ribu.

Selain itu, Dezan juga berkewajiban menyetorkan uang senilai Rp1,5 juta untuk keluarganya di kampung halaman. Uang itu dimaksudkan untuk patungan menyicil rumah di sana.

Lihat Juga :
Daftar Alarm Bahaya yang Mengintai Ekonomi Indonesia

Pria berkacamata itu sebenarnya ingin sekali bisa menyicil rumah sendiri. Tapi, ia harus mengubur harapan itu. Menurutnya, itu tak realistis dengan pendapatan dan kebutuhan per bulan.

"Nah ini kalau nyicil sendiri gak mungkin menutup. Karena sekarang nyicil rumah di Rp5 juta per bulan. Dengan biaya makan dan kostan sudah gak cukup. Tapi untuk saya pribadi ini jadinya sistemnya sama keluarga, jadi patungan per bulan," kata dia menjelaskan.

Jika dihitung pengeluaran Dezan tadi sudah hampir Rp5,5 juta. Artinya uang yang ia miliki tersisa sekitar Rp1,5 juta. Ia biasanya mengalokasikan sebagian uang itu untuk menabung dan investasi serta kebutuhan entertainment, seperti membeli pakaian atau sesekali menonton konser.

Namun, seperti yang ia ingat sebelumnya. Uang tabungannya malah kerap terpakai untuk kebutuhan darurat lain. Pria asal Bandung itu mencontohkan harus mengambil uang tabungan untuk biaya pulang kampung.

Sementara, saat pulang kampung ia juga biasanya memberikan sebagian uang tersisa untuk orang tua. Belum lagi, ia harus tetap membayar listrik kostan di Jakarta dan patungan bayar listrik rumah di kampung halaman.

Lihat Juga :
Pengusaha Muda Usulkan Pembangunan Kasino Kelas Dunia di Bali

Untuk menyiasati boncos di akhir bulan, Dezan biasanya menurunkan porsi untuk makan ataupun kebutuhan entertainment.

"Saat ini yang bisa ditekan sebenarnya dari makanan dan entertainment. Cuma balik lagi, kalau dia gak sanggup, akhirnya kalau dia tekor di bulan itu, mengambil lagi dari tabungan," tutur Dezan.

"Kalau tabungan juga sudah keambil, di bulan ini sampai minus, baru pinjam ke saudara atau teman," imbuhnya.

Dezan terkadang sedih. Apa yang lakoni selama bekerja, hasilnya hanya mampu untuk bertahan hidup. Ia tak bisa memiliki aset, tabungan bernilai besar, apalagi membeli rumah.

Kalaupun memaksakan mencicil rumah, ia menilai harus siap makan sedikit. Itupun hanya mampu untuk mencicil rumah yang lokasinya jauh dari tempat kerja dan belum termasuk bunga cicilannya tinggi.

Karenanya, Dezan masih belum terpikir untuk bisa menikah. Padahal, teman-teman sebayanya banyak yang sudah berkeluarga.

Lihat Juga :
Pemda Pastikan Tak Akan Ada Pembangunan Kasino di Bali

Ia merasa khawatir tak mampu membiayai keluarganya kelak. Apalagi, biaya hidup layak di Jakarta jauh lebih tinggi dari gaji pokoknya.

Berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan biaya hidup Jakarta mencapai Rp14,88 juta per bulan. Angka ini menempatkan DKI Jakarta sebagai kota dengan biaya hidup termahal di Indonesia.

"Jadi kalau untuk menikah masih ngeri-ngeri sedap," keluhnya.

Hal serupa juga dirasakan oleh kelas menengah lain bernama Rizal (25), bukan nama sebenarnya. Ia juga kerap makan tabungan untuk bertahan hidup.

Saking seringnya makan tabungan, uang yang terkumpul saat ini tak sampai Rp1 juta. Padahal, pegawai swasta itu sudah bekerja di Jakarta lebih dari dua tahun.

Dalam waktu tertentu, jika tabungannya habis. Rizal terpaksa meminjam uang kepada kerabat.

"Kalau ada yang tak terduga akhirnya gali lubang tutup lubang. Meminjam ke teman dulu, pas gajian langsung ganti dan itu pun jaraknya dari meminjam ke bayar paling lama lima hari," kata Rizal.

Lihat Juga :
ANALISISNasib Laju Ekonomi RI Jelang Alih Kekuasaan Jokowi ke Prabowo

"Jadi lima hari sebelum gajian meminjam ke teman dan nominalnya saya batasi, maksimal Rp150 ribu biar gak jadi beban lebih," katanya.

Rizal bekerja sebagai pegawai kontrak di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Di sana, ia hanya digaji senilai UMR Jakarta yang sekitar Rp5,06 juta per bulan.

Pendapatan itu, sangat pas-pasan dan seringnya kurang untuk menutupi kebutuhan setiap bulan. Pendapatannya juga tak bisa ia nikmati sendiri. Rizal masih harus membantu keuangan orang tua.

Rizal pun bukan tak mau berusaha mencari pendapatan lain. Ia sudah beberapa kali mencoba mencari part time, seperti pramusaji di coffee shophingga menjadi copywriter.

Namun, upaya itu masih terbentur dengan waktu kerja di kantornya. Tak hanya itu, persaingan mencari kerja sambilan itu pun tak gampang.

"(Jadi kelas menengah) stucksaja gak ada kemajuan. Cuma bisa bertahan hidup saja, gak ada buat masa depan. Gak punya aset juga," keluh Rizal.

Lihat Juga :
Uji Coba Kereta Tanpa Rel di IKN Mulai Hari Ini

Apa yang dialami Dezan dan Rizal menjadi fenomena yang dialami banyak masyarakat Indonesia belakangan ini.

Meski merujuk standar Bank Dunia yang tertuang dalam laporan World Bank bertajuk 'Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class' mereka masuk dalam kategori kelas menengah karena memiliki pengeluaran berkisar antara Rp1,2 juta hingga Rp6 juta per bulan per kapita ternyata kehidupan mereka tidak baik-baik saja.

Hidup mereka rapuh secara ekonomi. Padahal, jajan mereka mempunyai peran vital dalam menyokong perekonomian Indonesia. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut jajan kelompok 40 persen  masyarakat kelas menengah pada Maret 2024 memiliki kontribusi 37 persen terhadap konsumsi nasional. Artinya; sepertiga hidup matinya ekonomi Indonesia diakui atau tidak bergantung pada kelas menengah.

Meski demikian, dukungan insentif dan program pemerintah untuk melindungi daya beli kelas menengah belum cukup melindungi mereka tekanan salah satunya yang berasal dari kenaikan harga barang kebutuhan pokok  belakangan ini.

Lihat Juga :
Cara Pakai QRIS Tap, Tak Perlu Pakai Kamera Ponsel

Hal senada juga disampaikan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita. Ia menilai situasi kelas menengah memang serba salah dan sulit.

Pasalnya, kelas menengah bukanlah segmen masyarakat yang mendapatkan dukungan pemerintah secara fiskal, baik subsidi maupun berbagai macam insentif.

"Malu kalau meminta subsidi, tapi semakin menderita jika tak mendapat subsidi," kata Ronny.

Ketiadaan dukungan tersebut kata Ronny membuat pendapatan kelas menengah selama ini hanya menjadi disposable income. Pendapatan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok plus kalaupun tersisa hanya sedikit yang bisa dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sekunder, tersier, dan gaya hidup.

Tak jarang juga mereka harus makan tabungan untuk menutupi itu semua. Apalagi belakangan ini; kelas menengah dihadapkan pada lonjakan biaya hidup yang dipicu kenaikan harga kebutuhan pokok.

Mengacu pada data BPS, harga beras eceran, bahan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, naik atau mengalami inflasi 11,88 persen secara tahunan (yoy) pada Juni 2024. Sedangkan, harga beras grosir naik 10,87 persen (yoy) pada Juni 2024.

Inflasi beras yang mencapai 11,88 persen dan mencapai rekor tertinggi tahun ini memberikan beban berat bagi masyarakat kelas menengah. Apalagi pada saat bersamaan, kenaikan gaji mereka juga tak sebanding dengan lonjakan harga barang.

Dengan realitas di atas, Ronny menyebut perbandingan tingkat pendapatan kelas menengah dengan tingkat biaya hidup dan kebutuhan semakin kurang sinkron. Daya belinya menurun, karena pertumbuhan pendapatan lebih lambat dibanding dengan pertumbuhan biaya hidup dan biaya kebutuhan.

Namun, pendapatan kelas menengah terus diincar untuk meningkatkan penerimaan negara melalui berbagai pajak. Mereka sekaligus diincar untuk berbelanja agar tingkat konsumsi rumah tangga tetap memberikan kontribusi besar kepada pertumbuhan.

"Dengan kata lain, kelas menengah ibarat sapi perah, baik oleh negara maupun oleh korporasi," imbuh Ronny.

[Gambas:Photo CNN]

Peringatan krisis

Bhima mengatakan lemahnya kemampuan kelas menengah di Indonesia belakangan ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Tekanan demi tekanan yang dialami kelas menengah belakangan ini kalau dibiarkan bisa memicu perlambatan ekonomi.

Apalagi data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri dalam Daily Economic and Market (Juli 2024) menunjukkan tekanan yang dialami kelas menengah itu belakangan ini telah banyak membuat mereka turun kasta.

Berdasarkan data itu proporsi kelas menengah pada struktur penduduk Indonesia pada 2023 cuma 17,44 persen. Jumlah ini anjlok dari proporsi pada 2019 yang mencapai 21,45 persen.

Penurunan jumlah kelas menengah ini berbanding terbalik dengan kelompok rentang. Dalam periode yang sama jumlah kelompok rentan malah meningkat. Tercatat jumlah masyarakat rentan naik dari 68,76 persen pada 2019 menjadi 72,75 persen pada 2023.

Bhima mengatakan ini bisa menjadi alarm bahaya bagi ekonomi Indonesia yang topangan terbesarnya berasal dari konsumsi alias jajan masyarakat. 

"Fenomena perlambatan kelas menengah ini jadi alarm bahaya bagi perekonomian, salah satu indikasi jelang krisis adalah merosotnya daya beli middle class," ucap Bhima.

[Gambas:Video CNN]