bgibola 1 live

togel hari ini singapore - Wall Street Menghijau Vs Kabar Genting China, IHSG

2024-10-08 04:14:05

togel hari ini singapore,bang jeff ml,togel hari ini singapore
  • Pasar keuangan bergerak di zona merah, IHSG dan rupiah koreksi, sementara obligasi terpantau dijual investor.
  • Wall Street rebound kencang meskipun dolar menguat menjelang rilis inflasi pada tengah pekan ini.
  • Sentimen hari ini akan lebih banyak datang dari Tiongkok, terutama soal neraca dagang setelah kemarin merilis data perlambatan inflasi.

Jakarta, CNBC Indonesia -Pasar keuangan RI sesuai ekspektasi longsor pada perdagangan kemarin Senin (9/9/2024) merespon data pasar tenaga kerja AS yang mengecewakan.

Sentimen selengkapnya terkait prospek pergerakan pasar keuangan pada hari ini, Selasa (10/9/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,25% ke posisi 7.702,74 pada kemarin. Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut pun kembali ke level psikologis 7.700, setelah sepanjang perdagangan cenderung terkoreksi ke 7.600-an.

Nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 18 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 236 saham menguat, 353 saham terkoreksi, dan 211 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor kesehatan menjadi yang paling besar koreksinya dan menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan, yakni mencapai 0,97%.

Sementara dari sisi saham, tiga emiten perbankan raksasa menjadi penekan terbesar IHSG dalam sehari yakni saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang mencapai 5,5 indeks poin, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 5 indeks poin, dan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 4,7 indeks poin.

Baca:
Analis Ramal IHSG Bisa Tembus Level 8.000, Ini Respons OJK

IHSG melemah setelah tiga hari sebelumnya menguat. Selain itu, koreksi IHSG juga terjadi di tengah investor asing yang mulai mencatatkan outflow untuk pertama kalinya setelah terjadi inflow selama 10 pekan beruntun.

Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi pada periode perdagangan 2-5 September 2024, di mana asing tercatat jual neto Rp 2,49 triliun terdiri dari beli neto Rp 2,65 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 2,24 triliun di pasar saham, serta jual neto sebesar Rp 7,38 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp 28,80 triliun di pasar saham, Rp 11,15 triliun di pasar SBN dan Rp 186,92 triliun di SRBI.

Aliran dana keluar yang mulai terjadi juga direspon pergerakan nilai tukar rupiah yang terpantau mulai melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)>

Melansir dari Refinitiv, nilai mata uang Garuda kemarin ditutup pada posisi Rp15.450/US$, terdepresiasi 0,59% jika dibandingkan penutupan sebelumnya.

Pergerakan rupiah dipicu oleh kenaikan indeks dolar AS (DXY) selama dua hari berturut-turut. Kenaikan ini didorong oleh data ketenagakerjaan AS yang dirilis pada Jumat (6/9/2024).

Meskipun pertumbuhan lapangan kerja AS di bulan Agustus tidak sesuai harapan dimana Non-Farm Payrolls (NFP) mencatat penambahan 142.000 pekerjaan, naik dari 89.000 pada bulan sebelumnya, tetapi masih di bawah proyeksi konsensus sebesar 161.000.

Baca:
Ada Kabar Buruk dari Amerika Serikat, Dolar Naik ke Rp 15.450

Di sisi lain, tingkat pengangguran turun menjadi 4,2% dari sebelumnya 4,3%, sementara upah pekerja meningkat lebih tinggi dari perkiraan, tumbuh 0,7% secara bulanan dan 3,8% secara tahunan, melampaui ekspektasi masing-masing sebesar 0,3% dan 3,7%.

Sehingga pasar masih memperkirakan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga, dengan kemungkinan besar penurunan sebesar 25 basis poin (bps) lebih diprioritaskan daripada 50 bps.

Beralih ke pasar obligasi, yield tampak mulai naik setelah dua hari mengalami penyusutan. Ini menunjukkan adanya tekanan jual dari investor.

Melansir data Refinitiv, pada sepanjang perdagangan kemarin yield obligasi acuan RI tenor 10 tahun naik 17 bps 6,61%. Penguatan imbal hasil pada surat utang menunjukkan adanya penurunan pada harga.

Hal tersebut menunjukkan tekanan jual terjadi pada obligasi. Ini mengingat pergerakan harga dan yield pada obligasi sifatnya berlawanan arah.

Halaman 2 >>

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street rebound signifikan setelah pekan lalu bergerak cukup mengecewakan.

Hal tersebut terjadi meskipun dolar menguat akibat pelaku pasar menanti data lebih lanjut untuk menguatkan prospek pelonggaran kebijakan the Fed.

Dow Jones Industrial Average (DJI) naik 484,28 poin, atau 1,2%, menjadi 40.829,69, S&P 500 (SPX) menguat 62,65 poin, atau 1,16%, menuju angka 5.471,07. Sementara Nasdaq Composite (IXIC) bertambah 193,77 poin, atau 1,16%, ke posisi 16.884,60.

Baca:
Dow Jones Lewat! Kinerja IHSG Pekan Ini Bikin Investor Happy

 

Ketiga indeks saham utama AS melonjak lebih dari 1%, dengan S&P 500 dan Dow bangkit setelah koreksi empat hari beruntun dan membalikan posisi dari penyusutan mingguan paling terpuruk sejak Maret 2022.

Nasdaq, indeks yang penuh dengan emiten teknologi juga memulihkan kinerja mingguan setelah mengalami penurunan terbesar sejak Januari 2022 pada akhir pekan lalu.

Optimisme pasar kembali masuk ke pasar saham terjadi di tengah menguatnya Greenback menjelang laporan Indeks Harga Konsumen yang sangat dinantikan pada hari Rabu.

Mengutip, Reuters, Greg Bassuk, CEO AXS Investments yang berbasis New York mengatakan ada dua hal yang membuat investor kembali mengakumulasi saham.

"Dua hal sedang terjadi," ungkapnya,

Lebih lanjut Greg menjelaskan "Investor mulai menginvestasikan kembali uang mereka setelah penjualan berlebihan minggu lalu, dan kedua, semua orang optimis dengan pemangkasan suku bunga Fed."

Data yang beragam minggu lalu, terutama laporan ketenagakerjaan pada Agustus, menyebabkan investor mengurangi ekspektasi bahwa Federal Reserve AS akan mengeluarkan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) ketika mengadakan pertemuan kebijakan minggu depan.

Namun, pandangan terakhir menurut alat FedWatch CME pelaku pasar lebih optimis the Fed memangkas suku bunga dengan soft landing sebesar 25 bps dengan peluang 71%. Sisanya, hanya 29% kemungkinan terjadi penurunan sebesar 50 bps.

Halaman 3 >>

 

Pergerakan pasar keuangan pada hari ini, Selasa (10/9/2024) ada potensi rebound mengikuti bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street yang semalam ditutup menguat signifikan lebih dari 1%.

Sementara dari sisi sentimen eksternal, pelaku pasar akan banyak menanti data dari Tiongkok, terutama setelah kemarin melaporkan inflasi kemudian hari ini dilanjutkan neraca dagang.

Kemudian untuk dalam negeri akan ada rilis data dari Bank Indonesia (BI) terkait laporan penjualan eceran periode Juli 2024 yang semakin melengkapi data indeks keyakinan konsumen (IKK) kemarin.


Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi gerak pasar hari ini :

Inflasi China Melambat, Hari Ini Pasar Tunggu Neraca Dagang

Pada Senin (9/9/2024) China mengumumkan tingkat inflasi konsumen serta tingkat inflasi produsen.

Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan inflasi China pada Agustus akan tumbuh lebih cepat menjadi 0,7% year-on-year (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya tumbuh 0,5% yoy. Sementara inflasi bulanan diperkirakan akan stabil di 0,3% month on month (mom).

Sayangnya, inflasi China tumbuh lebih lambat dari perkiraan pada Agustus, hanya 0,6% yoy. Sementara dalam basis bulanan tumbuh 0,4%.

 

Seiring dengan inflasi konsumen yang melambat. Indeks harga produsen (PPI) di Tiongkok pada Agustus malah mengalami deflasi 1,8%, lebih dalam dari perkiraan sebesar 1,4% dan bulan sebelumnya 0,8%.

Pada hari ini, pasar akan kembali fokus menanti data neraca dagang China untuk periode Agustus 2024.

Berdasarkan data Trading Economics, neraca dagang China diperkirakan turun pada Agustus 2024 menjadi US$83,9 miliar. Sebelumnya tercatat US$84,65 miliar pada Juli 2024.

Proyeksi neraca dagang Negeri Tirai Bambu tersebut turun akibat tingkat ekspor yang tumbuh melambat menjadi 6,5% yoy pada Agustus, dibandingkan Juli tumbuh lebih ekspansif yakni 7% yoy. Sementara tingkat impor diperkirakan hanya tumbuh 2% yoy dibandingkan Juli 2024 7,2% yoy.

Baca:
Diam-Diam China Mulai Tinggalkan Rusia, Ini Bukti Barunya

Perlu dicatat, inflasi di Tiongkok terbilang cukup rendah, dengan kondisi yang melambat tak sesuai ekspektasi, jika ditambah neraca dagang ikut mengalami kondisi yang sama, ini akan semakin menunjukkan ekonomi negeri tirai bambu yang semakin loyo.

Padahal, posisi China merupakan mitra utama perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor. Oleh karena itu, data ekonomi sang Naga Asia ini patut diperhatikan lantaran akan mempengaruhi perdagangan di Tanah Air.

Keyakinan Konsumen RI Meningkat

Beralih ke sentimen domestik, pada hari ini pasar akan menanti rilis data dari Bank Indonesia (BI) terkait penjualan ritel periode Juli 2024, setelah kemarin BI melaporkan survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia untuk periode Agustus 2024.

Survei Konsumen BI pada Agustus 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2024 sebesar 124,4, lebih tinggi dibandingkan 123,4 pada bulan sebelumnya.

Erwin Haryono, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) menuturkan meningkatnya keyakinan konsumen pada Agustus 2024 didukung oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang tetap optimis dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menguat.

"IKE yang tetap optimis terutama didorong oleh Indeks Penghasilan Saat Ini. Sementara itu, IEK tercatat meningkat pada seluruh komponen pembentuknya, terutama pada Indeks Ekspektasi Penghasilan," ujar Erwin, Senin (9/9/2024).

Baca:
BI: Indeks Keyakinan Konsumen Naik Tipis, Jadi 124,4 di Agustus 2024

Pada Agustus 2024, menurut BI, keyakinan konsumen terpantau tetap optimis pada seluruh kategori pengeluaran. Peningkatan IKK tertinggi tercatat pada responden dengan pengeluaran >Rp5 juta.

Peningkatan IKE Agustus 2024 terutama didorong oleh Indeks Penghasilan Saat Ini yang meningkat 1,5 poin menjadi sebesar 122,9. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods ) juga tetap terjaga pada area optimis, masing-masing sebesar 107,6 dan 111,5.

Lebih lanjut, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau meningkat. Hal ini tercermin dari IEK Agustus 2024 yang berada dalam zona optimis meningkat sebesar 1,6 poin menjadi sebesar 134,9.

Menguatnya IEK didorong oleh peningkatan seluruh komponennya, yaitu ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha, masing-masing meningkat menjadi sebesar 140,0, 132,2, dan 132,6

Baca:
Investor Siap-siap, Pasar Keuangan RI Bakal Dibanjiri Kabar Genting

Berlanjut pada hari ini, data penjualan ritel oleh BI akan rilis untuk periode Juli 2024 yang diperkirakan tumbuh 3% dari sebelumnya 2,7%.

Jika data penjualan ritel yang akan rilis nanti sesuai dengan perkiraan, setelah kemarin data ekspektasi dan keyakinan konsumen masih meningkat. Maka, ini setidaknya bisa meredakan kekhawatiran masyarakat soal penurunan daya beli akibat deflasi yang terjadi selama empat bulan beruntun di tengah kondisi manufaktur sedang terkontraksi.

Halaman 4 >>

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Neraca dagang China periode Agustus 2024

  • Laporan Survei Penjualan Eceran Juli 2024 oleh Bank Indonesia

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Ex date dividen interim ITMG

  • RUPSLB BTON

  • RUPSLB ENZO

  • RUPSLB MFMI

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

Next Page Habis Merana, Wall Street Balik Ijo Royo-royo!
Pages Next