bgibola 1 live

prada188 login - Keseimbangan Ekonomi, Ketahanan Energi, Dekarbonisasi Lewat Bioetanol

2024-10-08 02:10:58

prada188 login,cbrbet88,prada188 login

Catatan:Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Baru-baru ini, bahan bakar bioetanol 100% telah diuji coba di Indonesia. Hal ini menandai era baru bagi Indonesia dalam usaha memecahkan permasalahan besar di sektor transportasi darat.

Setidaknya, saat ini terdapat tiga permasalahan utama di sektor transportasi darat nasional. Pertama, dalam 20 tahun terakhir, sektor transportasi di Indonesia mengalami peningkatan konsumsi energi tahunan tertinggi, sekitar 6% per tahun, berbanding terbalik dengan sektor rumah tangga yang turun sebesar -2% per tahun. Hal ini menyebabkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor transportasi di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dalam dua dekade tersebut, dengan rata-rata pertumbuhan emisi sekitar 7% per tahun.

Permasalahan kedua, Indonesia masih mengimpor gasoline, jenis bahan bakar yang berkontribusi sekitar 38% dari total konsumsi energi di sektor transportasi. Situasi ini membuat Indonesia rentan terhadap gangguan rantai pasok global dan fluktuasi harga minyak dunia.

Permasalahan ketiga dan yang utama adalah menyeimbangkan ketahanan energi dan penurunan emisi dengan kebutuhan pertumbuhan ekonomi. Perlu dipahami bahwa sektor transportasi memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pertumbuhan sektor ini diperlukan untuk mencapai aspirasi Indonesia Emas tahun 2045 yang membutuhkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) minimal 6-7%. Pada tahun lalu, sektor transportasi dan pergudangan berkontribusi sekitar 6% terhadap PDB nasional, dengan pertumbuhan sekitar 15%, tertinggi di semua sektor. Industri alat angkut yang didominasi oleh otomotif juga berkontribusi terhadap 4,5% PDB nasional dan tumbuh sekitar 7,63%. Sektor ini juga menyerap lebih dari 1,5 juta tenaga kerja.Untuk itu, pertumbuhan sektor-sektor terkait transportasi tersebut perlu didukung menggunakan energi yang rendah karbon. Dalam hal ini, pemanfaatan bioetanol memiliki beberapa kelebihan.

Pertama, pemanfaatan bioetanol tidak mengubah rantai nilai industri otomotif. Bioetanol menggunakan basis mesin pembakaran, hanya saja untuk pencampuran 85% ke atas (E85) memerlukan jenis mesin flexy. Sementara itu, tidak ada perubahan lain dalam struktur komponen kendaraan, sehingga rantai nilai kendaraan bahan bakar yang panjang mulai dari pabrikan kendaraan hingga bengkel kecil yang dimiliki masyarakat tetap terjaga.

Kedua, bioetanol bukan merupakan teknologi baru. Penggunaan etanol sebagai bahan bakar telah dilakukan sejak tahun 1826, jauh sebelum komersialisasi gasoline pada tahun 1913. Saat ini, etanol adalah jenis bahan bakar nabati yang paling banyak digunakan di dunia, dengan porsi mencapai lebih dari 50%, terutama dimanfaatkan di Amerika Serikat, Brasil, dan India. Bahkan, India pada awal tahun ini telah meluncurkan program E100 secara komersial di 183 SPBU, setelah tahun lalu pencampuran etanol 20% telah mencapai 12.000 SPBU. Hal ini menunjukkan bahwa bioetanol merupakan bahan bakar yang sudah teruji dan siap digunakan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil pemodelan skenario dengan mencampurkan 5% bioetanol terhadap total proyeksi permintaan gasoline nasional sekitar 38 juta kilo liter, dapat dihasilkan dampak peningkatan PDB sekitar US$ 37 juta dan penambahan hingga 2,3 juta tenaga kerja, yang berasal dari sektor agrikultur, pengolahan bahan baku, serta kilang bioetanol. Dampak tersebut belum termasuk dampak ekonomi dari penurunan impor gasoline sebanyak 2 juta kilo liter. Selain itu, terdapat dampak positif lain yaitu penurunan emisi sekitar 2,2 juta ton CO2 ekuivalen yang berasal dari substitusi gasoline.

Dampak terbesar dari perhitungan tersebut di atas berasal dari sektor hulu rantai pasok bioetanol yaitu agrikultur. Lebih dari 95% dampak multiplier ekonomi dan pekerjaan berasal dari sektor tersebut. Penurunan emisi terbesar juga berasal dari sektor agrikultur, karena tanaman dapat menyerap emisi karbon, berbeda dengan produksi bahan bakar fosil dan penambangan mineral untuk bahan baku baterai yang menghasilkan emisi. Belum lagi penambangan mineral juga memerlukan pembukaan lahan dan penggalian tanah, yang berdampak pada kerusakan ekologi dan keanekaragaman hayati. Sementara itu di sisi hilir, bioetanol tidak menghasilkan limbah kimia seperti baterai bekas yang saat ini masih sulit didaur ulang.

Namun demikian, produksi bioetanol juga bukan tanpa tantangan. Untuk menghasilkan bioetanol sesuai skenario sebelumnya, diperlukan lahan sekitar 0,85 juta hektar. Selain itu, bahan baku bioetanol berasal dari tanaman yang tentunya terpapar risiko perubahan iklim. Dengan peningkatan cuaca ekstrem di masa depan, diperlukan lahan strategis yang tahan cuaca ekstrem dan aksi adaptasi lainnya untuk menjaga ketahanan tanaman agar dapat panen sesuai kebutuhan.

Terakhir, bioetanol memang bukan solusi sempurna untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, ketahanan energi, dan dekarbonisasi. Namun, bioetanol dapat menjadi salah satu solusi terbaik untuk permasalahan tersebut, terutama bagi Indonesia yang memiliki potensi dan kekuatan di sektor agraria.

Baca:
Pertamina Jajaki Peluang Kerja Sama di Forum Bisnis Indonesia-AS

 


(rah/rah)