Tanah longsor yang melanda tetangga Indonesia, Papua Nuginimenelan ratusan korban jiwa dan ribuan terluka.

Tak sedikit dari mereka yang hilang karena tertimbun tanah di berbagai wilayah.

Lihat Juga : Netanyahu Buka Suara soal Serangan Israel ke Tenda Pengungsi Rafah

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, kenapa banyak korban tewas dan hilang akibat longsor di Papua Nugini?

Lebih dari 100 orang dilaporkan tewas akibat tanah longsor yang melanda desa Kaokalam di Papua Nugini pada Jumat (24/5).

Lihat Juga : Hamas Tolak Proposal Baru Negosiasi Gencatan Senjata dengan Israel

Melansir dari ABC, hubungan antara status ekonomi hingga sosial di suatu negara bisa berpengaruh terhadap dampak akibat bencana alam yang mereka alami.

Hal tersebut juga mencakup berbagai hal seperti infrastruktur yang dibangun dengan buruk, respon tanggap darurat tidak efektif, hingga minim edukasi soal mitigasi bencana.

Profesor ilmu kebumian A Joshua West untuk The Conversation, mengungkap bahwa pola pembangunan di suatu negara menentukan nasib suatu masyarakat.

Lihat Juga : Erdogan Sebut Serangan ke Rafah Ungkap Sifat Asli Israel yang Brutal

"Memperbaiki kondisi dasar ekonomi dan standar konstruksi di daerah berisiko tinggi dapat membantu mengurangi kerugian akibat tanah longsor, gempa bumi, badai tropis, dan bencana alam lainnya," ungkap West dalam tulisannya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Papua Nugini merupakan negara yang memiliki banyak pedesaan. Sebagian besar warganya mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian.

Wakil rektor Universitas Hull sekaligus pakar tanah longsor Dave Petley, mengungkap tanah longsor yang terjadi di PNG disebabkan oleh sejumlah faktor. Faktor itu antara lain seperti cuaca buruk, daerah pegunungan, hingga iklim tropis.

Lihat Juga : Negara-negara Eropa Murka Israel Bombardir Tenda Pengungsi di Rafah

Terlebih, PNG terletak di Cincin Api atau jalur bagi serangkaian gunung berapi aktif dan aktivitas seismik yang membentang di wilayah tertentu.

"Ada gempa bumi signifikan yang sering terjadi, yang tentu saja memicu tanah longsor, namun juga melemahkan lereng batuan," ujar Petley.

"Seluruh wilayah ini sangat aktif secara tektonik," tambahnya.

Lebih dari itu, beberapa penambangan bahan mineral masih kerap dilakukan bisa memicu potensi tanah longsor. Hal demikian juga disusul oleh deforestasi dari industri-industri yang berkembang seperti kelapa sawit.

"Sederhananya, ini adalah lanskap yang seharusnya berhutan, dan hutan tersebut telah ditebangi," ungkap Profesor Petley.

Lihat Juga : Netanyahu Sodorkan 2 Proposal Gencatan Senjata, Tapi Ogah Setop Agresi

Profesor Petley juga mengatakan bahwa perubahan iklim berperan penting terhadap aktivitas tanah longsor yang berada di lereng gunung.

"Lereng sangat sensitif terhadap kejadian curah hujan berdurasi pendek dan berintensitas tinggi," katanya.

"Jika Anda meningkatkan intensitas tersebut, Anda membawa lanskap ke dalam lingkungan yang belum pernah dialami sebelumnya, dan lanskap akan meresponnya. Dan tanah longsor adalah respons yang tidak bisa dihindari," tambah Petley.

Warga PNG yang hilang akibat tertimpa reruntuhan tanah tebal juga menjadi faktor bertambahnya korban jiwa. Sebab, sebagian besar wilayah negara tetangga RI itu terdiri dari pegunungan dan hutan lebat.