bgibola 1 live

presidenttoto wap login - Memetik Pelajaran Berharga dari Rugi WIKA, Whoosh dan MRT Jakarta

2024-10-08 06:22:42

presidenttoto wap login,pss sleman vs persija stats,presidenttoto wap loginJakarta, CNN Indonesia--

Kereta CepatJakarta Bandung (KCJB) Whooshtak henti-hentinya diterpa masalah mulai dari awal pembangunan hingga sekarang beroperasi.

Jika ditelisik ke belakang, permasalahan yang menimpa proyek kebanggaan Presiden Jokowi itu sudah beberapa kali terjadi terkait pembiayaan, target beroperasi mundur, hingga membuat BUMN merugi.

Di awal pembangunannya, kereta cepat dilanda masalah pembiayaan, di mana Jokowi ingkar janji tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konsorsium yang dimaksud yakni PT Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC yang di dalamnya ada gabungan BUMN Indonesia dan China. BUMN Indonesia yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara i, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Sedangkan dari China adalah Beijing Yawan HSR Co. Ltd.

"Kereta cepat tidak menggunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business," kata Jokowi pada September 2015 lalu.

Namun kenyataannya pada 2021, Jokowi berubah haluan 180 derajat. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 ia justru memutuskan memberikan suntikan dana negara ke proyek ini. Suntikan dana negara diberikan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada KAI.

Masalah tak berhenti sampai di situ. Seiring berjalannya waktu, pembangunan KCJB ini mengalami pembengkakan biaya cukup besar. Berdasarkan perhitungan dan review BPKP pada 9 Maret 2022, pembengkakan biaya hanya US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun.

Tapi dalam review BPKP terbaru pada 15 September 2022, pembengkakan biaya itu naik US$273,03 juta menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS).

Lihat Juga :
Target Penumpang Tak Tercapai, Jokowi Panggil Wamen BUMN-Dirut Whoosh

Masalah lain soal pembangunan yang dilakukan serampangan. Salah satunya terjadi pada pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3 +800.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan pembangunan pilar dilakukan tanpa izin dan berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan. PUPR juga menilai pengelolaan sistem drainase dari pengerjaan proyek tersebut buruk karena tidak dibangun sesuai kapasitas.

Akibat masalah itu, proyek telah menimbulkan genangan air pada Tol Jakarta-Cikampek dan kemacetan pada ruas jalan tol. Karena itulah, Kementerian PUPR melalui Komite Keselamatan Konstruksi sempat menghentikan pembangunan kereta cepat.

Selanjutnya, target operasi yang mundur. Pembangunan kereta cepat yang berlangsung sejak 2016 ini, awalnya ditargetkan bisa selesai dan dioperasikan pada 2019. Namun, kereta cepat baru beroperasi per Oktober 2023.

Kini setelah kereta cepat resmi beroperasi, masalah baru terungkap. WIKA menyinggung proyek Kereta Cepat Whoosh yang dianggap merugikan perusahaan hingga Rp7,12 triliun.

Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito mengatakan tingginya beban bunga dan lainnya menjadi penyebab besar kerugian WIKA sepanjang 2023 oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang mengerjakan proyek kereta cepat.

WIKArugi Rp7,12 triliun sepanjang 2023. Kerugian bersih WIKA membengkak 11.860 persen dari kerugian Rp 59,59 miliar di tahun 2022.

Lihat Juga :
Bentuk Aturan Kendaraan Boleh Minum Pertalite Akan Diubah

Agung mengungkapkan,WIKA telah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk proyek kereta cepat Jakarta - Bandung sebesar Rp 6,1 triliun. Selain itu juga ada dispute atau sengketa pembayaran senilai Rp 5,5 triliun.

"Memang paling besar karena dalam penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung, yang memang dari penyertaannya saja sudah Rp6,1 triliun, kemudian yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp5,5 triliun sehingga hampir Rp12 triliun," jelasnya saat apat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (10/7).

Selain kereta cepat, pemerintah juga memiliki proyek transportasi lainnya yakni Mass Rapid Transit (MRT) . Proyek ini juga tak luput dari masalah meski kabarnya tak terdengar kencang seperti kereta cepat.

Biaya proyek MRT fase membengkak dari Rp22,5 triliun menjadi Rp25,3 triliun. Sebelumnya MRT sudah mendapatkan komitmen pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai Rp 22,5 triliun pada 2018 lalu.

Beberapa faktor penyebab pembengkakan biaya proyek MRT Fase II disebabkan perbedaan rencana jalur yang tadinya dari Bundaran HI - Kampung Bandan diteruskan hingga Ancol Barat sehingga jumlah stasiun yang dibangun juga lebih banyak.

Selain itu, harga material bangunan naik sebesar 50 persen sejak 2018, kelangkaan material semikonduktor, inflasi, hingga kenaikan harga minyak dan energi dunia.

Berkaca dari proyek Kereta Cepat Whoosh, pelajaran apa yang bisa diambil? Apa perbandingannya dengan MRT?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pelajaran yang biasa diambil adalah bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung secara bisnis tidak feasible dijalankan dengan harga tiket saat ini. Tiket kereta cepat saat ini dibanderol Rp150 ribu - Rp600 ribu.

Ronny mengatakan harga tersebut terlalu mahal untuk jarak Jakarta-Bandung yang dekat. Belum lagi, banyak jalur lain ke Bandung dengan jarak tempuh 3-4 jam dengan harga yang tidak terlalu mahal.

"Artinya, studi kelayakan yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan komersial untuk proyek sekelas Whoosh sangatlah diperlukan sebagai pelengkap penting dari keinginan politik para elite atas sebuah megaproyek," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Ronny mengatakan jika pemerintah ingin mengembangkan moda transportasi massal sejenis, termasuk melanjutkan kereta cepat hingga Surabaya, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan. Pertama, proyek harus didahului dengan studi kelayakan yang komprehensif.

Kedua, proses transfer teknologi ke Indonesia harus jelas alias tidak sekadar mengimpor produk jadi berupa kereta cepat dan teknologinya. Ketiga, negosiasi pembiayaannya harus jelas, tidak berubah-berubah terlalu berlebihan yang akhirnya memaksa pemerintah untuk mengintervensi secara fiskal.

Keempat, perlu diversifikasi sumber teknologi baru sehingga tidak hanya bergantung pada satu negara, misalnya China.

Ronny mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya jauh lebih feasible ketimbang proyek Jakarta-Bandung, karena jaraknya sesuai untuk teknologi kereta cepat dibandingkan Jakarta-Bandung. Namun untuk penggarapannya, perlu dilakukan penawaran terbuka ke negara-negara yang memiliki teknologi kereta cepat selain China, antara lain Perancis, Kanada, dan Jepang.

Ronny mengatakan bunga yang ditawarkan Jepang cukup kompetitif dibanding China, biaya cenderung tidak berubah-ubah, teknologi pun lebih teruji. Baik dari sisi keamanan maupun dari sisi komersial, operasi kereta cepat di Jepang memang menguntungkan.

Lihat Juga :
Staf Buka Alasan Angkat Fauzi Baadilla-Andi Arief Jadi Komisaris BUMN

"Dari sisi track record Jepang memang lebih teruji. Toh pada awalnya teknologi kereta cepat China sebagian besar dari Jepang awalnya, selain dari Kanada dan Perancis. Dari segi pembiayaan juga sama. Jepang lebih masuk akal dan bisa diterima," katanya.

Ronny mengatakan Whoosh terdengar lebih banyak masalah dibandingkan MRT karena dua hal. Pertama, MRT dikaji secara komprehensif dan direncanakan sangat matang. Kedua,kepentingan politik tidak terlalu mendominasi proyek MRT.

Ia mengatakan kepentingan politik tidak terlalu mendominasi proyek MRT karena skalanya provinsi. Sementara kereta cepat digemborkan sebagai proyek nasional dan dijadikan sebagai salah satu proyek yang diinisiasi oleh Jokowi di saat pertama kali menjabat.

"Lebih dari itu, karena kereta cepat sangat dominan peran China, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, sehingga benar-benar menjadi perhatian publik di satu sisi, dan benar-benar dipaksakan diselesaikan sesuai target di sisi lain untuk membuktikan kepada publik bahwa Jokowi berhasil," katanya.

Ekonom CELIOS Nailul Huda mengatakan belajar dari semrawutnya proyek Whoosh, pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari ekonomi-sosial hingga operasional perusahaan.

Dari aspek ekonomi-sosial, pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan efek berganda dari proyek tersebut, seperti jarak tempuh jadi lebih cepat sehingga perputaran ekonomi jauh lebih cepat.

[Gambas:Photo CNN]

Dari aspek operasional bisnis, pembangunan proyek tidak boleh memberatkan perusahaan dalam jangka pendek-menengah, sehingga operasional perusahaan bisa berjalan dengan normal. Ia mengatakan Whoosh mengalami masalah dalam aspek operasional. Hal itu tampak dari kerugian yang dialami WIKA.

"WIKA selain pemegang saham (PSBI), juga merupakan perusahaan kontraktor pembangunan. Maka seharusnya WIKA dibayar oleh konsorsium atas jasa pembangunan konstruksinya. Yang lebih parahnya adalah pembayaran konstruksi KCIC yang belum terselesaikan membuat pembayaran WIKA ke subkontraktor jadi terlambat. Bahkan ada yang tahunan belum dibayar oleh WIKA. Efeknya jadi ke mana-mana," katanya.

Karena itu, Nailul menilai model kerja sama konsorsium seperti yang menggarap kereta cepat perlu dievaluasi kembali, terlebih terjadi pembengkakan utang. Ini menunjukkan perencanaan kurang matang.

Terkait rencana pemerintah dalam membangun kereta cepat Jakarta-Surabaya, ia mengatakan lebih baik menunjuk negara yang sudah lebih mempersiapkan mitigasi daripada terjadi perubahan rencana anggaran ke depannya.

Dibandingkan dengan MRT, ia menilai Whoosh lebih menjadi sorotan karena awalnya berjanji tidak menggunakan APBN tetapi yang terjadi kebalikannya. Kemudian penunjukkan China ketimbang Jepang yang juga mengajukan proposal juga jadi sorotan.

Sementara biaya MRT katanya memang menggunakan APBN dan APBD tetapi sudah dijelaskan sejak awal pembangunan.

"KCIC jelas awalnya tidak ada dana APBN, eh malah pakai. Itu jadi isu sendiri akhirnya. Proposal Jepang untuk kereta cepat juga butuh jaminan APBN juga, tapi dipilih China karena janji enggak pakai APBN," katanya.

[Gambas:Video CNN]